Space Iklan

Thursday, January 24, 2013

Maulid Nabi Muhammad SAW



Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (Bahasa Arab: مولد النبي‎, mawlid an-nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.

Sejarah
  • Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya
Perayaan di Indonesia
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.
Maulid dirayakan pada banyak negara dengan penduduk mayoritas Muslim di dunia, serta di negara-negara lain di mana masyarakat Muslim banyak membentuk komunitas, contohnya antara lain di India, Britania, Rusia dan Kanada. Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Partisipasi dalam ritual perayaan hari besar Islam ini umumnya dipandang sebagai ekspresi dari rasa keimanan dan kebangkitan keberagamaan bagi para penganutnya.

Perbedaan pendapat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kontroversi peringatan Maulid Nabi
Terdapat beberapa kaum ulama yang berpaham Salafi dan Wahhabi yang tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya. Namun demikian, terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah hal bid'ah, karena merupakan pengungkapan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Perayaan Tradisi Maulid Nabi di Cirebon

Upacara panjang jimat/pelal

Panjang Jimat Tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon Sejak zaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi 1993 M, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid Nabi kerap di istimewakan. Tujuannya, tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW.

Tak heran jika di Cirebon pengaruh tersebut hingga saat ini kental diraskan masyarakat, para pemuka agama yang nota bene berada di tiga keraton Cirebon, Kanoman, Kasepuhan dan Kacirebonan, pada abad ke 15 lalu mengadopsi kegiatan tersebut yang disesuaikan dengan adat keraton yakni digelarnya upacara panjang jimat atau kerap disebut pelal.

Tiga keraton di Cirebon secara serentak menggelar upacara panjang Jimat. Upacara dihadiri ribuan masyarakat yang berdatangan dari berbagai daerah. Mereka, sengaja datang ke tiga keraton hanya untuk menyaksikan proses upacara.

Pelaksanaan upacara panjang jimat, lebih ramai terlihat di Keraton Kasepuan dan Kanoman. Di kedua keraton tersebut, tampak ribuan warga memadati seluruh area keraton sejak Jumat siang hingga malam kemarin.

Di Cirebon, peringatan maulid nabi juga turut digelar di makan Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Dimakam tersebut juga, turut dipadati oleh ribuan orang yang sengaja ingin menghabiskan waktu malam Maulid Nabi.

Upacara panjang jimat merupakan puncak acara peringatan maulid Nabi di tiga keraton. Di keraton Kanoman, upacara digelar sekira pukul 21.00 WIB yang ditandai dengan sembilan kali bunyi lonceng Gajah Mungkur yang berada di gerbang depan keraton. Suara lonceng tersebut merupakan tanda dibukanya upacara panjang jimat.

“Setelah lonceng dibunyikan, Pangeran Patih PRM Qodiran mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emirudin yang menggunakan jubah Emas keluar dari ruang mande mastaka menuju bangsal jinem,”tutur Humas Keraton Kanoman Elang Arief Rahman saat ditemuai disela acara.

Di bangsal Jinem, pangeran menerima sungkem dari pangeran komisi, Rohim, sebagai tanda dimulainya proses panjang jimat. Selama prosesi upacara digelar, Pangeran Patih sama sekali tidak diperkenankan bicara sepatah kata pun. Ini dilakukan sebagai simbol istiqomah.

Tidak hanya genderang lonceng dibunyikan, tanda pembukaan upacara panjang jimat juga ditandai dengan tiupan pluit yang mengisyaratkan kepada warga agar memberikan jalan bagi iring-iringan famili yang diikuti abdi dalem menuju langgar alit yang berjarak sekitar 500 meter.
Setelah pangeran komisi memberikan sungkem kepada Pangeran Patih, iring-iringan mulai berjalan. Pangeran patih bersama famili berada paling depan. Dalam perjalan menuju langgar alit, seluruh iring-iringan membacakan sholawat nabi.

Iring-iringan rombongan dikuti oleh rombongan wanita bangsawan yang tidak sedang datang bulan. Mereka membawa barang pusaka keraton, dan perlengkapan rumah tangga seperti piring, lodor, kendi dan barang peningglan sejarah lainnya.

Perjalanan rombongan diawali dari depan pendopo keraton, kemudian melewati Pintu Si Blawong yang dibuka hanya pada prosesi maulid saja dan berakhir di Masjid Agung Kanoman yang dibangun tahun 1679 Masehi.

Saat perjalanan menuju masjid, ribuan warga berebut memadati sepanjang jalan yang dilewati rombongan. Tidak sedikit, warga yang sengaja menghamiri sultan hanya untuk bersalaman dan berharap mendapat berkah. Setelah tiba di masjid, seluruh rombongan duduk rapi didalam masjid. Ditempat itu, turut dibacakan riwayat Nabi,pembacaan barjanji, kalimat Thoyyibah, sholawat Nabi dan ditutup dengan berdoa bersama.

Setelah acara usai, sekira pukul 24.00 WIB seluruh nasi dan lauk pauk yang dibawa rombongan dibagikan kepada keluarga sultan, famili, abdi dalem, dan seluruh warga yang berada diluar halaman masjid.

“Dalam ritual ini, kata panjang ditafsirkan secara harfiah, adalah bentuk piring dan perabotan dapur peninggalan sejarah yang diisi dengan makanan dengan dianalogikan dengan prosesi kelahiran nabi,”tegas Arif.

Sedangkan kata Jimat, terang Arif, merupakan akronim dari kata Diaji dan Dirumat yang berarti dipelajari dan diamalkan yakni ajaran-ajaran Islam dengan manauladani Mabi Muhammad,”tegasnya.

Setelah proses doa bersama selesai, seluruh rombongan kembali ketempat semulia. Pangeran Patih dan famili langsung masuk kedalam keraton. Sementara, rombongan yang membawa benda pusaka kembali menuju langgar alit

Sumber : Wikipedia

Halaman ini terakhir diubah 19-05-2013

No comments:

Post a Comment

Mohon Perhatiannya yang ingin berkomentar :

1. Berkomentarlah yang baik dan sopan
2. Tidak dianjurkan meletakan link hidup
3. Disarankan berkomentar sesuai postingan
4. Mohon bershabar apabila komentar belum admin balas
5. Dianjurkan berkomentar menggunakan alamat Url untuk Backlink