Kebutuhan Bawang Putih di
Indonesia pertahun rata-rata 400.000 ton, sebanyak 320.000 ton adalah impor. Sedangkan produksi para petani pertahun hanya 14.200 ton, jadi
kemungkinan besar harga dunia cenderung naik, atau hanya di Indonesia saja.
Biaya produksi dalam 1 hektar diperlukan 60 juta rupiah, jadi
hasilnya dalam satu hektar berapa ? katanya risiko menanam bawang putih cukup
tinggi, jadi banyak yang beralih menanam padi.
Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi Februari 2013
sebesar 0,75 persen. Nilai ini merupakan inflasi bulanan tertinggi selama 10
tahun terakhir. Kenaikan inflasi ini disebabkan karena pembatasan beberapa
komoditas kita ke negara asing. Begitu juga kebijakan pengetatan impor
barang-barang hortikultura. Sehingga menyebabkan harga komoditas itu naik.
Sumber utama penyebab inflasi ini yaitu bahan makanan mencapai 2,08 persen,
bahan makanan, minuman, rokok dan tembakau 0,47 persen, perumahan, listrik dan
air sebesar 0,82 persen dan kesehatan 0,56 persen.
Jadi kenaikan harga bawang putih dan bawang merah
bukan semata-mata faktor cuaca akan tetapi ada faktor lainnya yaitu kebijakan
pengetatan impor barang-barang hortikultura. Jadi pemerintah yang bisa
menyelesaikan masalah bawang putih dan bawang merah sekarang ini.
Biar harga bawang putih dan bawang merah tidak
melambung tinggi dan kita tetap masak dengan memakai bawang merah dan bawang
putih…pecel lele dan tahu gejrot cenderung naik..mudah-mudahan tidak naik,
mending kita intermeso dulu menyimak kisah bawang merah dan bawang putih…
Alkisah
di sebuah kampung, hiduplah seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis
yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang
Putih telah lama meninggal dunia. Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat
dan perangai yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Bawang Putih adalah
gadis sederhana yang rendah hati, tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara
Bawang Merah adalah seorang gadis yang malas, sombong, suka bermewah-mewah,
tamak dan pendengki. Sifat buruk Bawang Merah kian menjadi-jadi akibat ibunya
selalu memanjakannya. Sang janda selalu memenuhi semua permintaan dan tuntutan
Bawang Merah. Selain itu semua pekerjaan di rumah selalu dilimpahkan kepada
Bawang Putih. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah, hampir
semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bawang Putih seorang diri,
sementara Bawang Merah dan Ibu Tiri selalu berdandan dan bermalas-malasan. Jika
mereka memerlukan sesuatu, tinggal menyuruh-nyuruh Bawang Putih.
Bawang
Putih tak pernah sekalipun mengeluhkan nasib buruknya. Ia selalu siap sedia
melayani sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya dengan senang hati. Pada suatu hari
Bawang Putih tengah mengerjakan pekerjaan rumah mencuci pakaian milik Ibu Tiri
dan Saudari Tirinya. Akan tetapi Bawang Putih tak menyadari bahwa sehelai kain
milik Ibu Tirinya telah hanyut terbawa arus sungai. Ketika Bawang Putih
menyadarinya, ia sangat sedih dan takut bila diketahui hilangnya kain itu, maka
ia akan dimarahi dan disalahkan oleh Ibu Tirinya. Bukan mustahil bahwa Bawang
Putih akan dihukum bahkan diusir dari rumahnya.
Khawatir
kehilangan kain tersebut, Bawang Putih dengan gigih dan tekun tetap mencarinya
sambil berjalan menyusuri sepanjang sungai yang berarus deras itu. Tiap kali
bertemu seseorang di sungai ia selalu menanyakan apakah mereka melihat kain
tersebut. Sayang sekali tak seorangpun yang melihat dimana kain hanyut itu
berada. Hingga pada akhirnya Bawang Putih tiba di bagian sungai yang mengalir
ke dalam gua. Ia sangat terkejut ketika mengetahui ada seorang nenek tua yang
tinggal di dalam gua tersebut. Bawang Putih menanyai nenek tua itu mengenai
keberadaan kain Ibu Tirinya. Nenek tua itu mengetahui dimana kain itu berada,
akan tetapi ia mengajukan syarat bahwa Bawang Putih harus membantu pekerjaan
sang nenek tua. Karena telah terbiasa bekerja keras, dengan senang hati Bawang
Putih menyanggupi untuk membantu sang nenek merapikan dan membersihkan gua
tersebut. Nenek tua itu sangat puas dengan hasil pekerjaan Bawang Putih. Pada
sore harinya Bawang Putih berpamitan kepada sang nenek. Sang nenek itu kemudian
mengembalikan kain milik Ibu Tiri Bawang Putih yang hanyut di sungai, seraya
menawarkan kepada Bawang Putih dua buah labu sebagai hadiah atas pekerjaannya.
Dua buah labu itu berbeda ukuran, satu besar dan yang lainnya kecil. Karena
Bawang Putih tidak serakah dan tamak, ia memilih labu yang lebih kecil.
Ketika
kembali ke rumah, sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya amat marah karena Bawang
Putih terlambat pulang. Bawang Putih pun menceritakan apa yang telah terjadi.
Ibu Tiri yang tetap marah karena Bawang Putih hanya membawa sebutir labu kecil,
ia kemudian merebutnya dan membanting buah itu ke tanah. "Prak..."
pecahlah labu itu, akan tetapi terjadi suatu keajaiban, di dalam labu itu
terdapat perhiasan emas, intan, dan permata. Mereka semua terkejut dibuatnya.
Akan tetapi karena Ibu Tiri dan Bawang Merah adalah orang yang tamak, mereka
tetap memarahi Bawang Putih karena membawa labu yang lebih kecil. Jika saja
Bawang Putih memilih buah yang lebih besar, tentu akan lebih banyak lagi emas,
intan, dan permata yang mereka dapatkan.
Karena
sifat serakah dan tamak, Bawang Merah berusaha mengikuti apa yang dilakukan
Bawang Putih. Dengan sengaja ia menghanyutkan kain milik ibunya, kemudian berjalan
mengikuti arus sungai dan menanyai orang-orang yang ia temui. Akhirnya Bawang
Merah tiba di gua tempat nenek itu tinggal. Tidak seperti Bawang Putih, Bawang
Merah yang malas menolak membantu nenek itu. Ia bahkan dengan sombongnya
memerintahkan nenek tua itu untuk menyerahkan labu besar itu. Maka nenek tua
itu pun memberikan labu besar itu kepada Bawang Merah.
Dengan
riang dan gembira Bawang Merah membawa pulang labu besar pemberian nenek tua
itu. Telah terbayang dalam benaknya betapa banyak perhiasan, intan, dan permata
yang akan ia miliki. Sang Ibu Tiri pun dengan gembira menyambut kepulangan
putri kesayangannya itu. Tak sabar lagi mereka berdua memecahkan labu besar
itu. Akan tetapi apakah yang terjadi? Bukannya perhiasan yang didapat, dari
dalam labu itu keluar berbagai macam ular dan hewan berbisa. Mereka berdua lari
ketakutan. Baik Ibu Tiri maupun Bawang Merah akhirnya menyadari sifat buruk dan
ketamakan mereka. Mereka menyesali bahwa selama ini telah berbuat buruk kepada
Bawang Putih dan memohon maaf pada Bawang Putih. Bawang Putih yang baik hati
pun memaafkan mereka berdua.
Sumber : Wikipedia dan berbagai sumber
No comments:
Post a Comment
Mohon Perhatiannya yang ingin berkomentar :
1. Berkomentarlah yang baik dan sopan
2. Tidak dianjurkan meletakan link hidup
3. Disarankan berkomentar sesuai postingan
4. Mohon bershabar apabila komentar belum admin balas
5. Dianjurkan berkomentar menggunakan alamat Url untuk Backlink